Warga Kelompok Lilis Sidabutar Cs Geruduk PN Sekayu, Tuding Penanganan Sengketa Lahan Lamban dan Sarat Konspirasi

Foto : warga yang tergabung dalam kelompok Lilis Sidabutar Cs kembali memadati halaman Pengadilan Negeri (PN) Sekayu, Senin (17/11/2025). (ist) 

Sekayu — Puluhan warga yang tergabung dalam kelompok Lilis Sidabutar Cs kembali memadati halaman Pengadilan Negeri (PN) Sekayu, Senin (17/11/2025). Mereka menggelar aksi demonstrasi menuntut transparansi dan keberpihakan hukum terkait sengketa lahan antara warga dengan PT Sepakat Siantar dan PT Arthaco Prima Energy, yang hingga kini dinilai berjalan lamban dan penuh kejanggalan.

Dalam aksinya, warga menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap PN Sekayu. Mereka menilai proses hukum yang berjalan tidak menunjukkan keseriusan, bahkan memunculkan dugaan adanya konspirasi antara pengadilan dan perusahaan, karena aktivitas eksplorasi tambang batu bara masih terus berlangsung di atas lahan yang sedang disengketakan.

Sebelumnya, pada 4 November 2025, warga telah melakukan audiensi dengan PN Sekayu. Dalam pertemuan itu, warga meminta majelis hakim mengeluarkan putusan status quo, yakni menghentikan sementara seluruh kegiatan perusahaan hingga perkara inkrah.

Namun pada sidang 10 November 2025, hakim PN Sekayu menyatakan bahwa permohonan status quo untuk menghentikan aktivitas perusahaan “belum pernah terjadi di Indonesia”. Pernyataan ini memicu kemarahan warga, sebab menurut mereka, banyak putusan pengadilan lain yang dapat dijadikan acuan.

Koordinator aksi, Andial, SH, dalam orasinya mengecam keras sikap PN Sekayu.

“Kami melihat pengadilan berjalan lamban dan tidak transparan. Ada dugaan kuat terjadi konspirasi dengan perusahaan, sehingga hak-hak keadilan masyarakat diabaikan. Padahal masyarakat hanya menuntut kepastian hukum atas tanah mereka,” tegasnya.

Andial menegaskan bahwa tuntutan warga sangat jelas: meminta hakim berani mengeluarkan putusan status quo sebagaimana yang telah diterapkan di beberapa pengadilan di Indonesia.

“Yurisprudensi Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hingga Pengadilan Negeri Surabaya pernah memutus status quo hingga perkara inkrah. Jadi alasan ‘belum pernah terjadi’ itu keliru. Hakim punya dasar hukum untuk bertindak,” tambahnya.

Salah satu warga pemilik lahan, Tahan Hamonangan Sihaloho, menyampaikan kekecewaannya.

“Aktivitas perusahaan tetap jalan, alat berat tetap masuk, sementara kami hanya bisa melihat tanah kami terus dirusak. Pengadilan seharusnya memberi perlindungan hukum, bukan membiarkan warga semakin merugi,” ujarnya.

Tahan menegaskan bahwa warga akan terus memperjuangkan hak mereka dan tidak akan mundur sebelum keadilan ditegakkan.

Kuasa hukum warga, Dadi Junaidi, SH, menilai pernyataan hakim bahwa permohonan status quo belum pernah terjadi sangat tidak akurat.

“Yurisprudensi jelas ada. Di banyak kasus, pengadilan berani mengeluarkan putusan status quo untuk mencegah kerugian lebih besar. Jadi alasan itu tidak bisa dijustifikasi. Ini justru membuat publik curiga ada sesuatu yang tidak beres dalam penanganan perkara ini,” ujarnya.

Dadi menegaskan bahwa pengadilan memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan keputusan perlindungan sementara, sehingga tidak ada alasan untuk menunda atau menolak permohonan warga.

Menanggapi aksi ini, Juru Bicara Humas PN Sekayu, Yuri Setiadi, SH, MH, membantah keras tuduhan warga.

“Tidak benar ada konspirasi seperti yang dituduhkan. Majelis hakim bekerja berdasarkan hukum, fakta persidangan, dan prosedur yang berlaku. Tidak ada keberpihakan pada perusahaan maupun pihak manapun,” tegas Yuri.

Yuri menjelaskan bahwa setiap permohonan hukum memiliki konsekuensi dan ketentuan teknis yang harus dipertimbangkan oleh majelis hakim.

“Proses perkara tetap berjalan sesuai tahapan. Kami meminta masyarakat tetap menghormati proses peradilan dan tidak membuat asumsi tanpa dasar,” tambahnya.

Aksi berjalan damai dan mendapat pengawalan dari aparat kepolisian. Warga menegaskan bahwa mereka akan terus melakukan aksi lanjutan apabila PN Sekayu tidak segera menunjukkan langkah nyata dalam memberikan perlindungan hukum dan mempercepat proses penyelesaian sengketa lahan tersebut. (and)